Kata Pengantar
Salam Rahayu ,
Pertama – tama marilah kita bersama – sama memanjatkan puja dan puji ke hadlirat Tuhan Yang Maha Esa dengan rasa Ikhlas , bahwa atas Rahmat dan Hidayah – Nya pada hari ini kita semuanya dapat bertemu dan berkumpul di dalam pertemuan perihal “ Aktualisasi Nilai – nilai Budaya Spiritual “ yang diprakarsai oleh Dinas Dikpora Kota Surakarta dengan keadaan segar bugar dan tiada halangan sesuatu apapun , Selamat dan Sejahtera .
Dengan segala kerendahan hati di sertai dengan permohonan maaf bilamana apa yang kami sajikan ini kurang berkenan di benak dan hati para pembaca . Namun dengan segala ketulusan hati kami selaku penulis untuk berusaha mengungkapkan kembali buah fikir dari tokoh – tokoh budaya maupun tokoh – tokoh spiritual kita yang berkaitan dengan perikehidupan masyarakat penghayat kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa itu .
Memang kami mengakui bahwa apa yang telah di jelaskan baik di dalam GBHN , kepustakaan , buku – buku lainnya yang mengungkapkan tentang kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa masih belum jelas , bahkan kadang – kadang terasa membingungkan bagi yang telah membacanya .
Di dalam kesempatan yang bahagia ini kami akan berusaha untuk dapat memaparkan suatu nilai nilai Budaya yang Adhi Luhung dalam kepercayaan terhadap Tuhan YME itu , yang seterusnya akan berkaitan dengan beberapa pengertian dari segi budaya , segi penghayatan , segi Filsafat , segi peraturan yang berlaku , segi esoterisnya , segi perilaku penghayatannya sebagai hasil penghayatan , maupun segi – segi lainnya yang dapat memperjelas pengertian kepada kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa .
Karena tanpa adanya penjelasan yang memadahi , maka akan dikuatirkan bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan suatu kepercayaan yang bersifat animistis. Demikian juga kami menyadari sepenuhnya bahwa apa yang telah kami sajikan ini tentunya masih belum sempurna dan oleh karena itu segala tegur sapa , saran dan kritik demi kesempurnaan buku paparan kecil ini akan kami terima dengan sepenuh hati .
Semoga buku paparan kecil ini dapat memberikan manfaat bagi kita semuanya . Amien .
NILAI – NILAI BUDAYA
DALAM
KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME .
1 . Pendahuluan .
Sungguh suatu kebahagiaan apabila seseorang mau berfikir bahkan mau merenung sejenak betapa besarnya karunia Tuhan yang diberikan kepada umatnya manusia . Merenung sejenak merupakan suatu kegiyatan yang membutuhkan kesadaran tinggi secara ihlas bagi si pelaku untuk dapatnya memahami dan mengerti bahkan menghayati segala sesuatu di alam semesta ini tidak sekedar gejalanya namun lebih jauh sampai kepada hakekatnya . Sebab kita pada umumnya lebih tertarik kepada segala sesuatu yang tampak di muka kita hanya dari fenomenanya saja bukan dari hakekatnya.. Oleh karena itu , melalui kesempatan yang berbahagia ini kami akan mengajak para peserta pertemuan ini untuk bersama – sama mengikuti jalan pemahaman kami dari arah yang paling sederhana atau konkrit sampai kepada arah pemikiran yang Abstrak .
Dan merupakan suatu kebahagiaan bagi bangsa Indonesia yang telah melahirkan “ Bapak Bangsa “ atau Founding Fathers yang penuh dengan kearifan dan kecerdasan telah menetapkan PANCASILA sebagai dasar , ideologi , falsafah serta pandangan hidup bangsa Indonesia . Betapa tidak kita perkirakan bagaimana mereka telah dapat mengantisipasi keadaan yang dapat kita lihat pada dewasa ini tentang pluralisme , baik etnis , keyakinan , daerah serta berbagai pandangan yang tidak mungkin dipersatukan kecuali oleh Pancasila . Tidak berkelebihan kiranya kami sebutkan di sini bahwa berkat Pancasila inilah maka bangsa Indonesia yang penuh dengan pluralisme di segala aspek dapat dipersatukan sebagai suatu bangsa besar dalam rangka menuju pembangunan manusia seutuhnya . Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia ini pada hakekatnya berasal dari adanya Sumpah Pemuda yang telah dicetuskan pada Tgl. 28 Oktober 1928 , dimana pemuda – pemudi kita telah bersumpah untuk bertanah air satu yaitu tanah air Indonesia , satu bangsa yaitu Bangsa Indonesia dan berbahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia . Lebih jauh perlu di kemukakan bahwa pada hakekatnya Sumpah Pemuda itu dicetuskan karena adanya satu Rasa Kebangsaan tanpa membeda – bedakan adanya perbedaan baik keyakinan , etnis maupun daerah .
Di dalam kesempatan yang berbahagia ini , perlu kami kemukakan bahwa sebelum agama agama baik Hindu , Budha , Kristen , Katholik , Kristen Protestan dan Islam masuk ke Indonesia , bangsa Indonesia telah memiliki suatu keyakinan yang mantab kepada Tuhan Yang Maha Esa . Keyakinan kepada adanya Tuhan Yang Maha Esa ini lebih dikenal dengan istilah monotheisme kultural . Dengan adanya suatu keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu , maka timbullah suatu kesadaran bahwa manusia sebagai ciptaan Tuhan merupakan suatu Makhluk yang serba sangat terbatas di hadapan Tuhan ,Yang Maha Tak Terbatas . Kesadaran dan keterbatasan manusia tersebut menimbulkan kesadaran akan ketergantungannya kepada Sang Pencipta . Dan kesadaran akan ketergantungan itu menumbuhkan suatu kebiasaan untuk tunduk , takluk , pasrah serta menaati petunjuk serta bimbingan – Nya . Kebiasaan tersebut diatas menumbuhkan suatu nilai – nilai Kebudayaan yang senantiasa ingin memahami , meneliti , memikirkan , merenung serta menghayati segala sesuatu yang tampak di alam semesta ini untuk kembali kepada Kebesaran dan Kemaha Agungan Sang Pencipta .
Dari hasil perenungan itu , maka manusia mulai berpikir serta bertanya – tanya :
2. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa .
Untuk sedikit memahami pengertian tentang hal Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa marilah kita bersama – sama menengok pidato suatu Kenegaraan Presiden R.I. Soeharto di depan sidang DPR tanggal. 18 Agustus 1978 , dimana beliau telah menyatakan sebagai berikut :
Bahwa Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dalam kenyataanya memang merupakan bagian dari KEBUDAYAAN NASIONAL kita . Kepercayaan terhadap Tuhan YME bukan Agama dan juga bukan Agama baru . Karena itu tidak perlu dibandingkan , apalagi di pertentangkan dengan Agama . Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah kenyataan Budaya yang hidup dan di hayati oleh sebagaian bangasa kita . Pada dasarnya Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu merupakan Warisan dan Kekayaan Bathiniyah atau Rokhaniyah rakyat kita . Kita tidak dapat memungkiri begitu saja , akan tetapi kita pun menyadari bahwa dalam pertumbuhannya pernah terjadi suatu dua aliran Kepercayaan yang berkembang tidak selaras dengan Landasan falsafah negara kita . Dalam pada itu kita pun menyadari bahwa perkembangan kepercayaan – kepercayaan tersebut jangan sampai mengarah kepada pembentukan Agama baru .
Seterusnya pembinaan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus diarahkan kepada pembinaan Budi Luhur bangsa kita . Dalam pembinaan budi luhur itu jelas tercakup pembinaan sikap Taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan rasa hormat terhadap Agama yang di anut para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME , sehingga makin kuatlah rasa keagamaan mereka . Istilah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa terdapat di dalam Tap MPR nomor II/MPR/1978 tentang GBHN . Sebelumnya dikenal istilah Kebathinan , Kejiwaan dan Kerokhanian .
3. Pengertian Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa .
Penghayat adalah penganut yang melaksanakan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadaran yang seutuhnya hingga kedalam bathin , jiwa dan rohani . Jadi singkatnya seorang penghayat adalah orang yang menghayati ( mengalami , merasa dalam bathin ) kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa . Yang penting di sini bukan saja adanya rasa percaya , akan tetapi lebih jauh lagi yaitu bagaimana rasa percaya itu di lanjutkan dengan suatu proses penghayatan yang terus menerus sampai ke lubuk hati yang terdalam . Dan proses penghayatan itu berjalan dengan baik , apabila kesadaran itu terlepas dari kesadaran akal pancaindra . Jadi apabila kesadaran berpikir serta kesadaran pancaindra masih berjalan , maka proses penghayatan itu tidak akan terjadi ( meresap ke dalam bathin ) .
4.Pengertian Aliran Kepercayaan Masyarakat .
Menurut penjelasan Jaksa Agung R.I. Pada Musyawarah Nasional V Himpunan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Kaliurang – Yogyakarta , aliran masyarakat meliputi :
5. Beberapa pengertian kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa .
Pengertian Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dapat dijelaskan melalui beberapa
Pengertian :
6. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama dan tidak mengarah kepada pembentukan agama baru , dalam arti bahwa indentitas tuntunan yang dianut adalah produk interaksi bebas dalam menghayati keterlibatan atau keterjalinan hubungan dan keterkaitan atau ketergantungan hidup manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa ( 2 )
7. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bukanlah filsafat dalam arti produk olah pikir.Ia dihayati melalui pemusatan kesadaran yang utuh atau penghayatan budaya spiritual dalam pernyataan diri sepenuhnya terhadap Tuhan Yang Maha Esa , hingga memperoleh tuntunan – Nya dalam wujud perilaku pribadi yang disertai hukum serta ilmu yang mengelola sikap penghayatan rohani , dan pelaksanaan serta pengamalannya dalam kehidupan pribadi dan sosial kemasyarakatan .
8. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa , berdasarkan keyakinan yang di wujudkan dengan prilaku ketakwaann terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau peribadatan serta pengamalan budi luhur . Perumusan ini adalah hasil Sarasehan Nasional Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada tahun 1981 di Jakarta . ( 3 )
9. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ialah sumber rasa dan kemauan untuk mencapai kebenaran , kenyataan , kesempurnaan dan kebahagiaan hidup . Perumusan ini adalah perumusan dari M.As’ad El – Hafidy di dalam bukunya “ Aliran – aliran Kepercayaan dan Kebathinan di Indonesia “ . Menurut M.As’ad aliran Kepercayaan merupakan suatu faham dogmatis , terjalin dengan adat istiadat hidup dari berbagai macam suku bangsa , lebih – lebih pada suku bangsa yang masih terbelakang . Pokok keperayaan apa saja adat hidup nenek moyang sepanjang masa . ( 4 ) .
10. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ialah semua pikiran atau tindakan yang berdasar kekuatan Ghaib ( supra natura ) yang mencari dan ingin mengetahui kenyataan di belakang fenomena alami . ( 5 )
Mr. Wongsonegoro , pada Konggres Kebatinan ke.II di Surakarta pada tahun 1956 , mengulangi keterangannya yang pernah diberikan dalam suatu Konprensi Pers sebelumnya “ Gerakan kebathinan bukanlah suatu Agama baru yang akan mendesak agama – agama yang sudah ada , akan tetapi Kebathinan , bahkan akan memperdalam atau Sublimeren agama – agama yang sudah ada “
Adapaun sebagai suatu metode pendekatan diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa , dapat kita simak kembali pernyataan Bapak. Soeharto di dalam bukunya … “ Soeharto , Pikiran dan Tindakan Saya “ di mana beliau menyatakan sbb : Sesuai dengan peninggalan Nenek Moyang kita , ilmu kebathinan itu adalah untuk mendekatkan diri kita kepada Tuhan , mendekatkan batin kepada – Nya . Itu antara lain berdasarkan ilmu Kasunyatan , ilmu Sangkan paraning dumadi , dan ilmu kasampurnaning urip . Itulah kebathinan yang sebenarnya . Orang kadang – kadang salah kaprah mengira ilmu kebathinan itu adalah Ilmu Klenik . ( 6 )
Sebagaimana telah di uraikan terdahulu bahwa Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah warisan kekayaan rohaniah yang hidup dan di hayati oleh sebagaian bangsa kita Dan sebagai warisan kekayaan rohaniah , ia merupakan Budaya Tradisional bangsa kita yang memiliki Nilai – nilai luhur Budaya Bangsa . Di dalam pembangunan nasional yang sedang kita laksanakan bersama , maka “ To be or not to be “ kita menghadapi sebuah kewajiban besar yaitu melestarikan dan mengembangkan budaya tradisional di satu pihak dan membangun kebudayaan nasional yang modern di lain pihak . Nilai – nilai Budaya Tradisional merupakan “ Inti “ ( cultural core ) dalam pengembangan Budaya Nasional .
Inti budaya ini akan memberikan “ Jati Diri “ ( indentitas ) terhadap budaya nasional . Dalam proses sosialisasi manusia Indonesia , nilai – nilai inti tersebut akan memberikan corak atau warna jati diri terhadap Masyarakatnya . Dengan demikian generasi muda kita akan tumbuh dari akar ( root ) budaya bangsa sendiri , mereka terhindar dari kehidupan tanpa akar (rootless) dan suasana terasing ( alienasi ) dari masyarakat dan budaya bangsanya .
Pelestarian warisan budaya bangsa bukan merupakan usaha untuk membawa kembali masyarakat kita kekoridor Sejarah masa lalu , tetapi untuk menemukan Jati Diri sendiri . Bahwa mereka bukan suatu bangsa yang lahir dari tumpukan kebudayaan “ manusia yang kolot “ ( underdog ) , akan tetapi dari suatu budaya yang pernah mengukir Sejarah Peradaban Bangsa yang besar di dunia ini . Keyakinan historis ini secara psikologis tidak hanya akan memberikan kebanggaan , akan tetapi juga kesetiaan untuk mempedomani kearifan masa silam , mereka mempertahankan nilai – nilai luhur , dan memelihara tradisi besar bangsanya . ( 7 ) .
Memang dalam perjalanan Sejarah Indonesia bahwa pada zaman Majapahit yang di kenal sebagai zaman keemasan Nusantara , wilayah Majapahit lebih luas dari wilayah NKRI sekarang , dan zaman Majapahit kita sudah memiliki Indentitas ( kepribadian ) , sebagaimana terwujud dalam semboyannya “ Bhimeka Tunggal Ika , Tan Hana Dharma Mangrwa ( berbeda – beda namun satu , tak ada darma mendua ) yang berasal dari Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular . Pada zaman Majapahit juga telah memiliki Merah – Putih bendera pusaka yang di pakai sebagai bendera kebangsaan dari dahulu hingga sekarang , masing – masing wilayah di zaman Majapahit di ceriterakan memiliki kemerdekaan untuk mengembangkan diri , asal masih dalam koridor kesatuan dan persatuan .
Termasuk dalam berbahasa , diberi kemerdekaan untuk mengembangkan bahasa daerahnya masing – masing , tidak di sebut secara jelas Lingua – fanca – nya ( bahasa umum , bahasa pergaulan ) tetapi patut diduga mereka menggunakan Bahasa Jawa ( kuna ) dan Bahasa Melayu . Atas uraian tersebut dari waktu ke waktu tampak bahwa Indonesia walaupun dari awal belum menamakan diri sebagai bangsa , tapi kita bangsa yang mempunyai Indentitas yaitu :
Demikian sedikit Sejarah zaman keemasannya Majapahit yang merupakan sebagai bukti dari awal perjalananya bangsa menuju kepada Kemerdekaan Bangsa Indonesia .
13.Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa lebih mementingkan hal – hal yang bersifat bathiniah atau rokhaniah . Prof . Dr. Mukti Ali menegaskan , salah satu sifat dari ilmu kebatninan ialah sifat batin yaitu sifat yang dipergunakan sebagai keunggulan terhadap kekuatan lahir , peraturan dan hukum yang diharuskan dari luar oleh pendapat umum . ( 8 )
Kebathinan menurut Sufat M , berasal dari kata “ bathin “ dengan mendapat awalan “ ke “ dan akhiran “ an “ . Kata bathin sendiri berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah “ Yang tersembunyi “ . Kalau dunia yang nampak ini dianggap sebagai sesuatu yang nyata , yang benar , maka kebathinan adalah kebenaran di balik kebenaran atau kebenaran yang terdalam. Jadi kebenaran yang paling benar . ( 9 ) .
Di dalam serat Widatama , dimana di katakan :
Ngelmu iku kalakone kanthi Laku .
Lekase lawan Khas
Tegese khas nyantosani
Setya budya pengekesing dur angkara .
Yang artinya :
Ilmu ( ma’rifat ) itu baru dapat di katakan terlaksana jika penghayatannya disertai dengan
Laku ( tarikat ) yang sungguh – sungguh itu memberi kesentausaan , yaitu kesentausaan
terhadap kesadaran sebagai sarana untuk memusnahkan nafsu jahat . ( 10 )
Kemampuan istimewa ini dapat berupa
Bersemedi ( Dalam Islam di sebut Tafakkur ) ialah menyingkirkan dan menghentikan makartinya jiwa dan raga . Ma’rifat ( islam ) itu baru dapat di katakan terlaksana jika penghayatannya disertai dengan Laku ( tarikat ) yang sungguh – sungguh itu memberi kesentausaan , yaitu kesentausaan terhadap kesadaran sebagai sarana untuk memusnahkan nafsu jahat . Dengan laku tersebut diatas , maka pada hakekatnya kita sudah dapat mengendalikan diri . Tanpa pengendalian diri ini , maka kita tidak mungkin dapat mencapai tahap keheningan .
17 . Dengan menjalankan segala Laku tersebut di atas secara benar dan bersungguh - sungguh
maka seorang penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa akan senantiasa
mempunyai sikap , prilaku dan tingkah laku sbb :
* Ambeg Paramarta , mengandung arti mampu memilih secara tepat mana
yang terlebih dahulu harus di utamakan .
* Prasaja , berarti berprilaku sederhana , tidak berlebih – lebihan .
* Setya , mengandung makna setiya kepada pimpinan atau atasan serta kepada
sejawatnya yang lebih tua dll.
* Gemi nastiti , hidup hemat , mampu membatasi pengeluaran uang dan tidak
hidup boros .
* Belaka , bermakna terbuka / jujur serta bertanggung jawab atas tindakan
yang telah di lakukan .
* Legawa , berarti untuk pada saatnya menyerahkan jabatan / kedudukan atau
tanggung jawab kepada penggantinya ( generasi penerusnya ) serta mau
menerima apa – apa yang telah di usahakan , menerima apa yang terjadi
pada diri sendiri .
* Ketertiban , baik dalam menggunakan waktu maupun dalam mengatur
barang miliknya .
* Kerajinan , rajin melakukan kegiyatan , perbuatan yang bermanfaat .
* Ketulusan , hendaknya bersikap , berpikir dan berprilaku jujur , berbicara benar dan berbuat jujur .
* Keadilan , senantiasa berbuat adil , tenggang rasa dan tepa salira .
* Ketenangan , selalu bersikap tenang , tidak mudah gugup dan takjub ..
* Rendah hati , tidak sombong , tidak takabur , riya , ujub , tetapi juga tidak minder .
* Kesucian , menjaga kejernihan pikiran dan hati dari pengaruh hawa nafsu buruk hawa nafsu ( menjaga
nama baik ) .
18. Kepercayaan. Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di dalam hubungannya dengan Kebudayaan
kita .
Sebagaimana telah kita ketahui bersama , bahwa kepercayaan terdap Tuhan Yang Maha Esa sebagai budaya lokal tentu saja lebih mudah di kenal , dihayati serta di amalkan oleh para penghayatnya . Karena dalam mengekspresikan bathin serta jiwanya lebih mudah apabila di lakukan dengan budaya , bahasa dan adat istiadat yang berlaku di daerahnya . Oleh karena itu seorang penghayat di dalam menghayati ajaran ketuhananya , maka dia juga akan menghayati ciptaan – Nya , termasuk alam semesta beserta isinya . Maka dari itu seorang penghayat juga akan menghayati alam sekitarnya serta budayanya . Sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah penghayat dan pengamal kebudayaan bangsa .
Di dalam kebudayaan kita tumbuhlah apa yang disebut monotheisme kultural , yaitu bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan bagian dari kebudayaan bangsa kita . Dengan mengalami kebesaran dan ke Maha Agungan Tuhan itulah , maka timbullah suatu kesadaran yang amat mendalam mengenai keterbatasan dunia , keterbatasan manusia serta ketergantungan dunia dan manusia itu di hadapan Tuhan Yang Maha Esa . Kesadaran akan keterbatasan manusia itu adalah amat penting di dalam perkembangan kebudayaan bangsa kita .
Bangsa kita menyadari bahwa manusia itu secara mendasar selalu dipengaruhi oleh kekuatan dan daya yang saling bertentangan , daya – daya yang baik di satu pihak dan daya daya yang tidak baik di lain pihak . Manusia harus selalu mengadakan pilihan – pilihan , menempuh jalan yang baik , itulah menempuh jalan kebudayaan sedangkan memilih jalan sebaliknya berarti memilih jalan yang jauh dari kebudayaan . Untuk itu diajarkanlah usaha menjauhkan egoisme dalam segala bentuk . Itulah sebabnya maka penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa secara hakiki selalu terkait dengan ajaran melaksanakan budi pekerti kemanusiaan yang luhur , dimana manusia selalu memilih persatuan dari pada perpecahan persaudaraan dan dari pada permusuhan .
19. Budi pekerti di dalam hubungannya dengan kebudayaan .
Budi pekerti pada hakekatnya merupakan seperangkat petunjuk serta ajaran tentang buruk baiknya perbuatan manusia Budi pekerti merupakan suatu bentuk pendidikan tentang perkertinya manusia sebagai insan yang berbudi . Budi pekerti hanya ada pada diri manusia demikian pula halnya mengenai kebudayaan , ia juga hanya pada manusia . Budi pekerti merupakan bagian fungsional di dalam tumbuh dan berkembangnya kebudayaan .
Kebudayaan merupakan seluruh usaha budi daya manusia mengembangkan diri sesuai dengan derajat kemanusiaannya itu Budi pekerti mengajarkan bagaimana manusia berprilaku sesuai dengan derajat kemanusiaanya itu , di dalam naungan dan bimbingan Tuhan Yang Maha Esa .
20. Cara mempelajari serta menghayati budi pekerti .
Budi pekerti itu tentu saja merupakan hasil pengamalan dan pendalaman mengenai hajat hidup dan kehidupan manusia , yang di lakukan oleh para leluhur kita , diajarkan baik secara lisan maupun secara tertulis dari generasi satu ke generasi berikutnya , terus menerus hingga sampai kepada kita saat ini . Mempelajari budi pekerti tidak saja di lakukan dengan mengenal seperangkat ajaran dan petunjuk – petunjuk mengenai laku utama , akan tetapi perlu disertai pula dengan usaha menelusuri , memetri hal – hal yang telah dilakukan oleh para leluhur dan para sesepuh , bagaimana semua mereka itu mendarma baktikan dirinya bagi kesejahteraan masyarakat , bangsa dan negara .
Dengan cara itu kita tidak saja mengenal ajaran tersebut secara formal , akan tetapi juga mengenal dan mendalami jiwa dan alam pikiran yang membentuk ajaran itu , serta melihat suri teladan yang telah ada dan nyata , sehingga tergugah hati untuk napak tilas mengikuti tauladan para leluhur , para sesepuh dan para pendahulu – pendahulu kita itu . Ajaran budi pakerti bukanlah ajaran teori Abstrak , akan tetapi ajaran yang di gali dari pengalaman penglaman hidup di lakukan dalam penghayatan dan pengamalan yang nyata .
21. Unsur – Unsur yang terdapat di dalam kebathinan :
Menurut Prof. M.M. Joyodiguno , SH ada 4 unsur dalam kebathinan yaitu antara lain :
22. Sifat – sifat Kebathinan .
23. Tentang Mistik .
Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia .
Ialah suatu proses yang bertujuan memenuhi keinginan atau hasrat manusia untuk mengalamai dan merasakan bersatunya emosi dengan Tuhan atau kekuatan transenden lainnya . Penganut mistik percaya bahwa di balik realitas yang nyata ada realitas yang lebih tinggi , yang merupakan kebenaran sesungguhnya . Mereka yakin bahwa Tuhan meliputi segala sesuatu di alam ini , termasuk diri manusia , sehingga orang dapat mencari kebenaran dan pengertian tentang Tuhan melalui diri sendiri . ( 16 )
24. Proses – proses Mistik .
Peranan proses – prosese mistik ini di uraikan oleh Mangkunegoro VII dari Surakarta dan di terjemahkan serta diberi anotasi oleh Cliere Hot . Dalam anotasinya , ia merangkum 4 macam samadi ( semedi ) yang di bedakan oleh Mangkunegoro VII sebagai berikut :
25. Tingkat – tingkat jalan panjang menuju kehadirat Tuhan YME .
Ir.Mulyono menyebutkan ada tingkatan atau jalan panjang yang harus di tempuh oleh
manusia yang sedang berusaha menuju ke hadlirat Tuhan YME ada lima jalan yaitu :
Setelah seseorang dapat melaksanakan pada tahapan – tahapan sembah Kalbu dan sembah jiwa tersebut diatas secara sempurna maka barulah manusia sampai kepada tahapan :
26. Kaweruh .
Berbicara mengenai kaweruh adalah berbicara mengenai epistemologi , yaitu mengenai pengetahuan tentang sisitem – sisitem pengetahuan . setiap kebudayaan , setiap alam pikiran entah secara eksplisit , tentu mempunyai sisitem epistemologi yang mendukungnya . Sistem epistemologi tersebut biasanya mempunyai kaitan dengan sisitem pengetahuan mengenai kaidah – kaidah dan norma – norma yang mengatur alam semesta (ontologi ) . Ditinjau dari jumlah kata – kata saja , bahasa jawa mempunyai amat banyak istilah tentang pengetahuan seperti misalnya : weruh , ngerti , sumurup , tanpa , nampa ngrasa , pana , kaweruh , pangrasa , dunung dan lain sebagainya lagi . Semua itu menunjukkan betapa telah terjadi proses observasi yang tekun dan cermat mengenai pengetahuan , sampai – sampai orang dapat membentuk istilah – istlah yang masing - masing mempunyai nuansa dan spesifikasi sendiri – sendiri .
Adapun mengenai kaweruh ini di dalam alam pikiran jawa yang paling penting di dalam kaitannya dengan soal kasunyatan , sangkan paran , dan kasampurnan , adalah adanya pembedaan anatara kaweruh laihir dan kaweruh bathin , ngelmu lahir dan ngelmu bathin . Kaweruh lahir adalah pengetahuan yang obyeknya adalah daya – daya lahiriah sepertinya mengenal alam , pranata mangsa , dan juga termasuk hal kanuragan ( olah kekuatan fisik manusia ) . Kaweruh bathin adalah kaweruh yang obyeknya adalah hal – hal bathin dan daya – daya yang di gunakan adalah daya – daya batin , seperti misalnya kaweruh mengenai hidupdan kehidupan , kaweruh kasukman , kaweruh mengenai hubungan anatara manusia dan Tuhan .
27. Kasunyatan .
Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia jilid 8 , di situ disebutkan dengan istilah Kasunyatan sejati , yaitu laku dan ilmu tertinggi dalam menghayati dan memahami hakekat hidup . Hal ini dikemukakan dalam Kawruh Bimasuci gubahan Ki.Yasadipura I yang mengisahkan perilaku Bima sebagai lambang ajaran rahasia menuju kahanan jati , yaitu kasunyatan sejati ( mengetahui hal sebenarnya ) ( 19 ) .
Kasunyatan menurut A.M.W. Pranarka berasal dari kata nyata , yang artinya : sungguh sungguh , betul- betul ada atau terjadi . kata sunyata kadang – kadang dikaitkan dengan kata sunyi , senyap , sehingga kasunyatan dan sunyi diartikan awang – uwung . Oleha karena kata kasunyatan dan sunyi diartikan awang – uwung , kosong , yang bersifat semesta diartikan sebagai keadaan semesta sebelum Tuhan menciptakan dunia dan segala isinya . Kasunyatan kadang – kadang juga dipergunakan untuk terjemahan kata veritas atau waarheid yang artinya kebenaran .
Adapaun tolok ukur serta pangkal tolak dari kasunyatan adalah hidup dan kehidupan . Hidup adalah pengalaman dasar paling jelas , paling konkrit . Segala pandangan dan ajaran untuk dapat di terima atau di akui dan diapakai sebagai pegangan , perlu dikonfrontasikan dengan hidup dan kehidupan sebagai kasunyatan . Di sini tentu saja bukan definis mengenai hidup dan kehidupan melainkan hidup dan kehidupan sebagai pengalaman. .
Adapun pengertian seutuhnya ialah “ laku Kasunyatan iku laku kasumpurnan , laku kasumpurnan iku marga wus tekan . Buktine wus krasa , amarga wus bisa mijil , mijil kuwi ya wus bisa miji . Miji kalawan Maha Suci , Miji iku ya lebure kawula Gusti sing ana penjenengan – ingsun Kagungan karsa Hananira Hanaingsun “ .
28. Sangkan Paraning Dumadi .
Kata sangkan artinya asal sementara , paran berarti tujuan , Sangkan menjawab pertanyaan dari mana , paran menjawab pertanyaan mau kemana . Ada dua hal yang amat pokok yang diangkat dari analisa sankan paran itu
Pertama : Dari adanya pakarti becik dan pakarti lawannya becik , diangkatlah kesimpulan bahwa hidup dan kehidupan itu rekanya dipengaruhi oleh dua daya : yaitu daya baik dan daya yang tidak baik .
Kedua : Hidup itu berakhir dengan kematian dan kematian itu tidak dapat di tentukan oleh manusia .
Dalam hal lahir dan mati , manusia sesungguhnya hanya Sadermo , tidak menentukan sendiri , manusia ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa . Kata dumadi berasal dari suku kata dadi . Dumadi kadang – kadang di tafsirkan sebagai makhluk ciptaan . Dalam hubungan ini tidak keliru memandang ajaran itu sebagai ajaran mengenai ciptaan , mengenai makhluk . Namun dari tradisi yang ada kata dumadi yang terdiri dari akar kata dadi itu lebih menunjuk kepada arti yang sewajarnya yaitu proses terjadinya sesuatu . Dadi artinya menjadi atau terjadi . Dumadi adalah prosese dari menjadi atau terjadi tersebut . Kata yang akhiranya dapat di pakai untuk memperjelas istilah dumadi tampaknya adalah kata evolusi . Dumadi mengandung didalamnya arti gerak , putaran , maka kata dumadi di dalam tradisi kaweruh lazim pula dihubungkan dengan kata gumelae , yang akar katanya adalah gelar , artinya terbentang , bentangan yang bergerak .
29. Kasampurnan .
Dari kata purna yang berasal dari bahasa Sansekerta artinya utuh , lengkap penuh . dalam bahasa Indonesia dikenal kata sempurna dan kesempurnaan , namun kata purna juga berarti selesai , rampung dan tidak jarang berarti meninggal , mati . kata kasampurnan menjadi istilah yang penting di dalam perkembangan kaweruh bathin . Kasampurnan menunjuk kepada kesempurnaan ,keutuhan , sebagai hal yang dituju oleh suatu proses dumadi . Evolusi bergerak menuju kepeda kepenuhan . Di dalam kenyataan konkrit kepenuhan tersebut berarti mati , karena dengan kematian maka proses dumadi itu tampaknya selesai . Memasuki alam kasampurnan berarti memasuki alam sesudah kematian . Tidak jarang kaweruh kasampurnan diartikan sebagai kaweruh mengenal alam sesudah kematian . Kaweruh kasampurnan juga sering disebut sebagai kaweruh mengenai Tuhan .
Disini kata kasampurnan menjadi penting untuk mendapatkan gabungannya dengan istilah dumadi dan istilah hurip , di dalam atau melalui kaweruh ini orang berusaha nggayuh kasampurnaning hurip atau kasampurnaning dumadi . Dengan pengertian ini ruang lingkupnya berjalinan baik dengan alam purwa , alam madya maupun alam wasana . Dengan perkataan lain kaweruh kasampurnaning dumadi itu adalah untuk nggayuh supaya dari sampurna , artinya berusaha menjadi sempurna . Dalam konteks inilah maka kasampurnan itu dapat terjadi di alam purwa , alam madya , maupun alam wasana .
Selain dari pada itu kata kasampurnan mempunyai interprestasi yang tidak tunggal . Sampurna dapat di artikan sesuai dengan kodratnya , ngepasi kodrat , hal ini mengandung arti sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Tuhan sebagai pencipta segala dumadi , karena kodrat adalah diciptakan oleh Tuhan . Dengan demikian maka menjadi dan memenuhi kodrat berarti memenuhi kehendak Tuhan . ( 20 ) .
30. Kesimpulan .
Dari berbagai uraian tersebut di atas , maka kini sampailah kita kepada kesimpulan , adapun butir – butir kesimpulan yang di maksud ialah :
Demikianlah makalah ini kami sampaikan kepada para peserta pertemuan di dalam rangka memahami kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana mestinya , semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian .
Sebagai akhir kata kami mengucapkan terimakasih serta stiap saat kami bersedia menerima kritik dan saran atau pendapat yang konstruktif , sebab bagaimanapun makalah ini masih jauh dari Kesempurnaan , Sekian dan Terimakasih .
Dengan sesanthi : “ Memayu Hayuning Bawono “
Rahayu , Rahayu , Rahayu .
Surakarta , 19 Mei 2010
Ketua Umum / Sesepuh
PAGUYUBAN PURNOMO SIDI
PUSAT - SURAKARTA.
KRAT. H. Kailani Djailani Hadinagoro
CATATAN CUPLIKAN .
1. Drs. Suradi Harjoprawiro :
“ Kepercayaan terhadap Tuhan YME Pembinaan dan Perananya Dalam Pembangunan “
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Th. 1994 / 1995 .
2. Arymurty, SE .
“ Seri Pembinaan “ Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Th.1987 .
3. Drs. K. Permadi , SH .
“ Pandangan Aliran Kepercayaan terhadap islam “ Departemen Pendidikan dan Kebu
dayaan R.I. Ditjenbud . Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan
YME . Th.1992 / 1993 hal.5 .
4. M. As’ad El Hafidy .
“ Aliran – aliran Kepercayaan dan Kebathinan di Indonesia “ Chaha Indonesia, hal 86 – 87
5. Rahmat Subagya .
“ Kepercayaan Kebathinan , Kerohanian , Kejiwaan dan Agama “ Penerbit Yayasan
Kanisius , hal 34 .
6. G.Dwipayana , Ramadhan KH.
“ Soeharto , Pikiran dan Tindakan saya “ PT. Citra Lamtoro Gung Persada 1989, hal.311
7. Prof.Dr.Usman Pelly .
“ Pengamalan Budaya Spiritual Dalam Pembentukan Budi Luhur Bangsa “ Kerta Kerja di
Sampaikan di dalam sarasehan Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan YME
Kanwil Depdikbud Propinsi Sumatera Utara 1993 .
8. Ceramah Menteri Agama Prof.Dr.Mukti Ali .
“ Peranan Agama di dalam Pemangunan Nasional “ dan di dalam buku “ Simbolisme dan
Mistikisme dalam Wayang “ Oleh Ir.Sri Mulyono , hal 64 dan 66 .
9. Sufa’at M .
“ Berapa Pembatasan tentang Kebathinan di Indonesia “ Penerbit Kota Kembang ,
Yogyakarta hal. 9 .
10. Ir.Sri Mulyono .
“ Wayang dan Karakter Manusia “ Gunung Agung Jakarta , hal. 111.
11. I. Kuntara Wiryamartana SJ,
Pemahaman Kebathinan Jawa Dalam Rangka Hidup Rohani Kristen , di dalam Buku
Pustaka Teologi Wahyu , Iman Kenathinan , Editor JB.Banawiratma SJ . Penerbit Kanisius
hal.63 .
12. I. Kuntara Wiryamartana SJ .
“ Pemahaman Kebathinan Jawa dalam Rangka Hidup Rohani Kristen “ di dalam Buku
Wahyu Iman , Kabatinan “ hal. 63 .
13. Darmanto Yatman .
“ Jawa iku Nggone Roso “ , Suara Karya 22 Pebruari 1988 .
14. Ir.Sri Mulyono .
“ Simbolisme dan Mistikisme dalam “ Wayang “ Penerbit Gunung Agung hal. 63 .
15. Ceramah Menteri Agama Prof.Dr.Mukti Ali .
“ Peranan Agama di dalam Pembangunan Nasional “
* * * * * * * * * * * *
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. N a m a : KRAT.H.Kailani Djailani Hadinagoro .
2. Tempat / Tgl.Lahir : Surakarta , 27 Agustus 1945
3. Agama : I s l a m .
4. Pekerjaan : Wiraswasta .
5. Alamat : Jalan Kedunglumbu ( Senopati ) Rt,03 Rw.06 Kel.Kedunglumbu
Kec.Pasar Kliwon Tlp . 0271 – 632925 Surakarta. 57113
6. Jenis Kelamin : Laki – laki .
7. Keluarga : a. Sudah kawin
b. Nama isteri Hj.Lestari Kailani
c. Anak 6 ( enam )
d. Cucuk 7 ( tujuh )
8. Pendidikan : a. Akademi Jurnalistik Surakarta ( Th.60 ) di Pagelaran Ska .
b. Ponpes Shalafiyah , Ponpes Al – Faqih Selo Purwodadi .
c. Autodidak
9. Pengalaman Pribadi : a. Pelaku Spiritual Budaya Jawa mulai dari Th.1970 sampai pada
sekarang .
b. Mengikuti Seminar / Pembinaan tentang Kebudayaan dan Adat
Nusantara di Jakarta .
c. Sarasehan Penghayat Kepercayaan Tingkat Nasional di Bali .
d. Sarasehan Penghayat Kepercayaan & Adat Nasional di Makasar .
e. Ceramah Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Y.M.E pada
acara “ Malam Selasa Kliwonan di Taman Mini Indonesia Indah
Jakarta .
f. Mengikuti Seminar Menelisik Jejak Sejarah Pajang di tinjau dari
Aspek Budaya dan Sosial Kemasyarakatan , di selenggarakan
Oleh Institut Seni Indonesia ( ISI ) Surakarta .
10. Organisasi : a. Ketua HPK – Himpunan Penghayat Kepercayaan terhadap
Tuhan yang Maha Esa – Kota Surakarta .
b. Ketua Umum / Sesepuh Organisasi Paguyuban Purnomo Sidi
Pusat Surakarta .
c. Ketua Departemen Pengkajian Budaya
Dewan Pimpinan Pusat - Jam’iyah Ahli Thoriqoh Muktabaroh
Indonesia ( JATMI ) Jakarta .
d. Pembina Pondok Pesantre Al – Faqih di Kauman Selo Purwodadi
Grobogan .
e. Ketua Kordinator Sarasehan Malam Selasa Kliwonan di Bangsal
Smarakata Karataon Surakarta Hadiningrat .
11. Website : www.purnomosidi.or.id